Minggu, 28 Februari 2010

Unofficial Marriage in Indonesia

This is an issue I hadn’t heard of before. I wonder in how many countries it is a problem.

In Indonesia, there are two types of marriages. The first is a marriage that is regulated by the government. The second is an “unofficial” marriage (“nikah siri”) that is regulated by Islamic law. Nikah siri is usually held in front of a Muslim cleric. Islamic law requires that witnesses be present, but the witness requirement is bypassed frequently, meaning that nikah siri is usually done in secret and without witnesses present.

In 1974, the Indonesian government passed a law recognizing nikah siri under governmental law. The purpose of the law was to facilitate marriage for the poorest citizens because the cost of obtaining an “official” governmental marriage was deemed too high (currently the cost is US $3.50). However, the regulation of the unofficial marriage is done under Islamic law, meaning that “recognizing” it does not guarantee the rights that there would be if the marriage was done under governmental law.

This has caused many problems for women. For one, it leads to polygamy and adultery (by the husbands of course). Evarisan, the head of the Semarang Legal Resource Center for Gender Justice and Human Rights, says that “[t]he 1974 Marriage Law has enabled men to engage in nikah siri despite the fact such marriages ignore the rights of wives and children.” Also, “[m]any men have misused and taken advantage of nikah siri. They have legalized adultery on the pretext of religious law.” And “most [men] prefer to perform nikah siri. They don’t want to proclaim their marriage openly.”

Now, legislators are trying to pass a bill that will eliminate the recognition of nikah siri by the government and will actually criminalize nikah siri. Evarisan says that the law needs to be passed to protect women’s rights.

Think what the situation would be in the United States if the rights of the wife and husband in a marriage differed according to the church (if there is one) under which they were performed. But that is essentially what religious groups that oppose same-sex marriage want to have happen. They want to impose on everyone the rules of their religion, whether or not those rules are the same desired by people in other religions. If a church wants to perform a marriage ceremony, let it do so. But the law and regulation of marriages need to be uniform and without input from a church.

Feb 17 RUU Nikah Siri Melindungi Perempuan?

RUU Nikah Siri atau Rancangan undang-undang tentang kawin siri adalah untuk melindungi perempuan dan mewibawakan perkawinan. Hal ini dikemukakan Kementerian Agama (Kemenag) yang meminta RUU tentang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang membahas pernikahan tanpa dokumen resmi, diatur.

"RUU itu untuk mewibawakan perkawinan. Perkawinan itu kan dalam Islam merupakan hal yang suci," kata Dirjen Bimas Islam Kemenag Nasaruddin Umar kepada detikcom , Selasa (16/2/2010).


Menurut Nasaruddin, alasan lainnya Kemenpag meminta RUU tentang nikah siri, kawin kontrak dan pernikahan tanpa dokumen lainnya itu diatur, yakni tingginya angka perceraian setiap tahunnya.

Selalu ada pro kontra dan reaksi negatif mengenai RUU Nikah Siri ini mulai bermunculan diantaranya di Probolinggo, Jawa Timur, sekitar 3.000 ribu santri perempuan dan warga sekitar Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo, berunjuk rasa menolak RUU kawin siri karena dianggap melanggar ketentuan agama.

Rancangan undang-undang tentang kawin siri dianggap melecehkan Islam. Alasannya dengan RUU tersebut otomatis menganggap kawin siri adalah bentuk perzinahan dan bisa dipidanakan. Padahal dalam Islam menganggap kawin siri adalah sah. Jika RUU itu disahkan menjadi undang-undang maka pemerintah dianggap menantang umat Islam. Mereka pun mengancam berdemonstrasi lebih besar jika pemerintah tetap pada keputusannya.


Nikah Siri Adalah Masalah Perdata

Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Arwani Faishal mengingatkanRUU Nikah Siri bahwa pernikahan adalah masalah perdata. Karena itu akan menjadi kezaliman pemerintah jika memenjarakan pelakunya. Dia kemudian membandingkan dengan pelaku kumpul kebo yang jelas-jelas bertentangan dengan agama mana pun, tapi tidak pernah dikenai sangsi pidana oleh negara.

"Lho, orang-orang yang menjalankan ajaran agama justru diancam dengan hukuman penjara? Jika ini terjadi justru negara malah bertindak zalim,"kata Arwani. Menurutnya, pernikahan siri atau pernikahan yang tidak didaftarkan secara administratif kepada negara adalah perkara perdata yang tidak tepat jika diancam dengan hukuman penjara. Bahkan sanksi material (denda) juga tetap memiliki dampak sangat buruk bagi masyarakat.

"Bila mengenakan denda dalam jumlah tertentu untuk orangorang yang melakukan nikah siri, tentu hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Bukan masalah bagi mereka yang punya uang banyak. Namun tidak adil bagi mereka yang secara ekonomi hidupnya pas-pasan,"kata Arwani. Dalam pandangannya, nikah siri memiliki berbagai dampak positif (maslahah) dan dampak negatif (mafsadah) yang sama-sama besar.

Jika dilegalkan, akan sangat rawan disalahgunakan dan jika tidak diakui akan bertentangan dengan syariat Islam. "Untuk itu dampak negatif dan positif pernikahan siri harus dikaji dan disikapi bersama,"katanya.

Sebuah Kebenaran Kecil

Sebuah KEBENARAN KECIL Apa yang membuat hidup sobat semua menjadi 100% jika alfabet di beri sebuah nilai mulai dengan huruf a=1, b=2, ...